Literasi Informasi pada dasarnya merupakan kemampuan membaca dan menulis. Dalam perkembanganya, literasi informasi dapat dikatakan sebagai seperangkat kemampuan untuk dapat mengidentifikasi, mencari, menemukan, mengelola dan mengimplementasikan informasi dengan baik dan bijak. Istilah yang berkaitan dengan literasi informasi pada awalnya diperkenalkan oleh Paul G. Zurkowski sebagai seorang pemimpin American Information Industry Association pada tahun 1974 dalam proposalnya yang ditujukan kepada The National Commissions of Library and Information Science di Amerika Serikat. Dalam proposalnya, Paul G. Zurkowski menggunakan beberapa istilah untuk menjelaskan tentang “teknik dan kemampuan” yaitu kemampuan untuk dapat memanfaatkan berbagai alat-alat informasi serta sumber-sumber primer dalam upaya untuk memecahkan sebuah permasalahan. Menurut Zurkowski orang yang terlatih untuk menggunakan sumber-sumber informasi dalam menyelesaikan tugas mereka disebut juga orang yang melek informasi [1].
Menurut American Library Association (ALA), literasi informasi merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif [2]. The 1989 Final Report of the American Library Association’s Presidential Committee on Information Literacy [3] menyatakan bahwa “… to be information literate, a person must be able to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information” Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan bahwa untuk dapat melek informasi, seseorang harus mengetahui kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk dapat menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif.
Dalam perkembangannya, literasi informasi memiliki beragam model yang dapat diterapkan bagi seorang individu atau kelompok tertentu. Dalam tulisan ini, ada beberapa model literasi informasi yang sering digunakan, antara lain sebagai berikut :
1. Empowering Eight (E8)
Empowering Eight (E8) Merupakan model literasi informasi yang diciptakan dalam rangkaian acara International Workshop on Information Skill for learning International Workshop on Information Skills Fort Learning yang diselenggarakan di Colombo, Srilanka pada tahun 2004. Sulistyo-Basuki [4] menyebut bahwa Workshop ini dihadiri oleh 10 negara, yaitu Bangladesh, India, Indonesia, Maldiva, Malaysia, Nepal, Pakistan, Singapore, Sri Lanka, Muangthai, dan Vietnam, sedangkan workshop kedua diselenggarakan di Patiala India) November 2005. Dalam workshop ini, Empowering Eight (E8) dikembangkan sebagai model literasi yang akan diterapkan pada negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Sesuai dengan namanya, model literasi Empowering Eight (E8) ini memiliki 8 komponen dalam rangka memberdayakan informasi antara lain sebagai berikut :
a. Identifikasi
b. Eksplorasi
c. Memilih
d. Mengorganisasi
e. Menciptakan
f. Menyajikan
g. Mengakses
h. Menerapkan
2. The Big Six (Big6)
The Big Six (Big6 Model) merupakan model literasi informasi yang dikembangkan oleh Michael B. Eisenberg dan Robert E. Berkowitz sebagai model dengan pendekatan pemecahan masalah. Model ini terdiri dari enam tahapan dalam mengelola sebuah informasi antara lain sebagai berikut :
a. Task definition ( Penentukan tugas)
b. Information seeking strategies ( Strategi mencari informasi)
c. Location and access (Lokasi dan Akses)
d. Use of information (Menggunakan informasi)
e. Synthesis (Sintesis)
f. Evaluation (Evaluasi)
3. Seven Faces of Information Literacy
Bruce [5] menuliskan dalam websitenya Seven Faces of Information Literacy terdiri dari tujuh konsepsi atau kategori, yaitu:
a. The information technology conception (Konsepsi teknologi Informasi).
b. The information sources conception (Konsepsi sumber informasi).
c. The information process conception (Konsepsi proses informasi).
d. The information control conception (Konsepsi pengendalian informasi).
e. The knowledge construction conception (Konsepsi konstruksi pengetahuan).
f. The knowledge extension conception (konsepsi perluasan pengetahuan).
g. The wisdom conception (Konsepsi kearifan).
Dalam implementasinya literasi informasi memiliki beragam manfaat saat dapat diterapkan dengan baik. Mardina [6] menyatakan bahwa manfaat literasi informasi adalah membantu seseorang menjadi lebih efisien dan efektif dalam memecahkan masalah dan keputusan yang dibuat berbasis pengetahuan karena tujuan akhir dari literasi informasi adalah menciptakan masyarakat berbasis pengetahuan. Lebih lanjut, Webber dan Johnston memaparkan bahwa bahwa “Seseorang yang sudah melek informasi dianggap akan mampu menjelajahi lautan dan belantara informasi yang semakin lama semakin luas dan rumit, baik yang menggunakan sumber-sumber tercetak maupun yang elektronik. Program penguasaan literasi informasi dianggap dapat menciptakan keberaksaraan yang berbasis keterampilan (skills-based literacy). Termasuk di dalam keterampilan ini adalah kemampuan mencari informasi, memilih sumber informasi secara cerdas, menilai dan memilah-milah sumber informasi, menggunakan serta menyajikan informasi secara etis” [7].
DAFTAR PUSTAKA
[1] Prasetiawan, I. B. (2012). Keberaksaraan Informasi (Information Literacy) bagi SDM Pengelola Perpustakaan di Era Keterbukaan Informasi.
[2] Sevilla, V., & Azwar, A. (2019). LITERASI INFORMASI MAHASISWA TINGKAT AKHIR DALAM MENULIS SKRIPSI DI FISIP UPN “VETERAN” JAKARTA. JOURNAL OF DIGITAL EDUCATION, COMMUNICATION, AND ARTS (DECA), 2(1), 1-10.
[3] Webber, S., & Johnston, B. (2000). Conceptions of information literacy: new perspectives and implications. Journal of information science, 26(6), 381-397.
[4] Sulistyo-Basuki. 2013. "Literasi Informasi dan Literasi Digital" dalam https://sulistyobasuki.wordpress.com/2013/03/25/literasi-informasi-dan-literasi-digital/ (Diakses pada hari Rabu, 08 Januari 2019 Pukul 19:13 WIB).
[5] Bruce, Christine. Tanpa Tahun. Seven Faces of Information Literacy in Higher Education dalam http://www.christinebruce.com.au/informed-learning/seven-faces-of-information-literacy-in-higher-education/ (Diakses pada Jumat, 19 Juni 2015 Pukul 08.17 WIB).
[6] Mardina, R. (2011). Potensi Digital Natives Dalam Representasi Literasi Informasi Multimedia Berbasis Web Di Perguruan Tinggi. Jurnal Pustakawan Indonesia, 11(1).
[7] Hasugian, J. (2008). Urgensi literasi informasi dalam kurikulum berbasis kompetensi di perguruan tinggi. Pustaha, 4(2), 34-44.
No comments:
Post a Comment